PasTell
Cerita ini dimulai ketika grup drama
sekolah hendak mengikuti lomba drama terkenal di kotaku.
Namaku
Xean, aku adalah seorang siswa yang biasa saja dalam semua bidang mata
pelajaran tapi aku tahu sekali kalau dunia ini adalah panggung sandiwara.
Karena kesadaranku itu aku yakin bahwa segala sesuatu di dunia ini bisa
diekspresikan, ekspresi itu dapat kita buat. Karena itu sejak kecil aku terus
berlatih bermain peran dan membuat orang-orang benar-benar merasa nyata apa
yang mereka lihat.
Waktu
aku SMP begitu banyak perlombaan-perlombaan drama yang kuikuti mulai dari
tingkat sekolah sampai antarsekolah, aku benar-benar menyukai bermain peran.
Akhirnya aku memutuskan untuk masuk ke Artes School. Artes school adalah
salah satu akademi yang terkenal karena kehebatan mereka dalam perlombaan drama dan keseriusan mereka dalam bidang drama, di Artes School aku bertemu teman-teman baru yang juga menyukai
bermain drama.
Karena
ini kelas baru, semua siswa belum saling mengenal satu sama lainnya, Xean
hanya celingak celinguk melihat seisi ruang kelas ini. Ia
berharap menemukan satu orang yang ia kenal. tapi sepertinya ia tidak
menemukannya.suasana kelas ini kelihatan tenang. karena tidak ada yang saling
bicara. atau mungkin karena belum saling mengenal satu sama lainnya.
melihat situasi
ini, ia memberanikan diri untuk memulainya.
“Halo semuanya,
salam kenal namaku Xean.” Kataku dengan semangat.
“Salam Kenal”
Jawab murid-murid lain dengan nada seperti suasana baru berkenalan pada
umumnya.
Murid-murid
lainpun ikut berkenalan bergantian, kelasku adalah kelas X A di kelasku total
jumlah siswa-siswinya ada 24 orang dengan 12 laki-laki dan 12 perempuan. Aku
merasa perkenalan ini normal-normal saja kecuali beberapa hal, di antara 24
orang murid aku merasa ada 3 orang yang menarik perhatianku, yang pertama
namanya Sam, dia adalah laki-laki dengan
perawakan besar, hitam legam tetapi dengan wajah bersahabat. Yang kedua namanya
Azura, dia adalah perempuan dengan rambut biru, dan kelihatan periang. Dan yang
terakhir namanya Rina, seorang perempuan berkaca mata, dan kelihatan penakut.
Di
hari-hari pertama semua ekstrakurikuler di akademi ini sibuk menarik perhatian-perhatian
murid-murid baru, “Bukannya
ini akademi drama? kok ada pendaftaran ekstrakurikuler?” Mungkin
itu yang muncul di benak kalian, sama ketika
pertama kali aku mendengar ada pendaftaran ekstrakurikuler.
Walaupun
ini akademi yang dikhususkan untuk drama Artes School adalah
akademi yang tidak mengekang kebebasan siswa untuk berekspresi, TERNYATA di Artes School semua ekskul dianggap sama dan tidak ada salah satu
yang benar-benar difokuskan oleh sekolah.
Meskipun
begitu, tetap saja banyak murid-murid Artes School yang
hendak masuk ke ekskul paling terkenal di sekolah yaitu DFP (Drama For
Professional). DFP adalah grup drama sekolah yang sudah banyak menjuarai
lomba-lomba drama sampai ke tingkat nasional, dan membuat akademi ini terkenal.
Hari ini
aku akan mendaftar ekskul yang sejak SMP sangat kuinginkan sejak mendengar
kemasyhuran namanya, akupun sampai di
depan bangunan DFP…
“Wah, ruangan
DFP keren banget yaaa” seru seseorang di belakangku
“Iya, ruangan
ini sudah berdiri sejak 15 tahun yang lalu dan masih terkenal hingga saat ini”
Jelasku tanpa
menoleh ke belakang, aku sangat tahu tentang DFP karena sejak aku mengagumi DFP
aku terus menerus mencari informasi apa saja agar aku bisa masuk DFP.
“Eh, kamu Xean
kan? Ini aku lhoo temen sekelas kamu”
Setelah aku
menoleh ke belakang barulah aku sadar dia adalah Azura
“Kamu
juga mau masuk ekskul ini Azura?”
“Iyaa, udah dari
dulu aku mau masuk ekskul ini. Soalnya
dramanya keren banget”
aku tersenyum,
ternyata juga ada temanku yang mau masuk ekskul ini.
“Baiklah Azura,
semoga sukses di tes besok, dahh”
kataku sambil melambaikan tangan.
Keesokan harinya
DFP melakukan tes masuk…
Tes yang
dilakukan DFP benar-benar menunjukkan kalau mereka adalah grup Drama yang
hebat. Tes yang mereka lakukan mengenai
dasar-dasar drama, mereka melihat dari dimensi fisik, sosiologi dan
psikologi. Bahkan mereka bukan hanya menguji kita dalam bermain peran, tetapi
juga dalam membuat cerita untuk drama
itu sendiri.
Keesokan hariya
aku mengikuti tes terakhir untuk masuk ke DFP, yaitu tes “Wawancara”.
Awalnya aku
mengira tes wawancara ini adalah tes untuk mengukur lagi seberapa besar pengetahuan
kami tentang drama, ternyata aku salah.
Pengujiku kali
ini adalah siswa kelas XI dengan wajah datar, dan misterius….
“Xean, ku dengar
kamu benar-benar ingin masuk DFP ini sejak SMP. kenapa?”
tanya orang yang mengujiku
“Karena aku
benar-benar menyukai drama, sejak aku kecil aku yakin ada tempat di mana kita
bisa mengekspresikan perasaan kita secara leluasa dan akhirnya aku sadar
drama adalah cara yang tepat untuk
mengekspresikan perasaan”
“Baiklah Xean,
tapi bukan itu pertanyaanku… akan
kuulangi ‘kenapa kamu mau masuk DFP?’” tanyanya dengan intonasi sedikit naik
Aku
sadar bahwa aku benar-benar menjawab pertanyaan tadi dengan salah, mengapa pula
aku menceritakan teantang kesukaanku
tentang drama? Padahal
yang ditanyanya kenapa aku mau
masuk DFP, ah aku benar-benar salah. Sekarang aku
harus memikirkan kata-kata yang tepat.
Aku tersenyum
lalu menjawab “Karena
DFP adalah tempat yang tepat untuk mengekspresikan perasaanku, DFP adalah
tempat orang-orang yang sama-sama menyukai drama berkumpul. Jadi, di sini aku
bisa mendapatkan pengalaman baru dan meningkatkan kemampuanku dalam bermain
drama” jawabku dengan semangat,
semoga kali ini tidak salah..
“Oke,
itu jawaban yang bagus. Kau bisa melihat pengumuman kelulusan di mading sekolah
besok” jawabnya dengan intonasi datar
“Terimakasih
kak….” argh, aku tidak tau nama kakak ini!!
“Namaku
Vox, cepat keluar dulu. Yang lain juga mau tes” katanya seperti mengusir tetapi tidak meninggikan
suaranya, intonasinya datar.
“baik kak,
terimakasih Kak Vox”
Aku pun
sudah meninggalkan ruang tes wawancara tersebut, sepanjang jalan aku memikirkan
keunikan kak Vox tadi. Bagaimana mungkin dia adalah bagian dari DFP dengan
ekspresi sedatar itu? Ahh, itu benar-benar membuatku bingung. Sudahlah lebih
baik aku kembali ke kelas dan berharap yang terbaik untuk besok.
Keesokan
harinya…
Aku
dinyatakan lulus!! Aku benar-benar senang, ini adalah impianku sejak dulu yang
akhirnya sekarang benar-benar terwujud. Setelah melihat pengumuman lulus, aku
dan anak-anak kelas X yang lulus berkumpul di ruangan DFP.
Saat
kami berkumpul di ruang DFP kami disambut
oleh kakak-kakak kelas XI. Yang memberikan kata sambutan adalah Kak
Vox yang ternyata adalah ketua DFP… itu kejutan pertama yang kujumpai, yang
kedua ternyata orang-orang yang menarik
perhatianku di kelas semuanya lulus.
“Selamat
bergabung dengan DFP, mari bekerja keras yaa…” sambut kak Vox dengan nada datar
di ruang DFP.
“Kak,
hanya gitu aja sambutannya? Kok singkat
banget sih?” tanya Azura
“Azura, jangan
gitu nanti kak Vox marah, bisa-bisa kamu dikeluarin…” bisik Rina seakan takut
Azura keluar dari DFP
“Tenang
aja Rin, kan aku cuma nanya” jawab Azura santai
“Yah,
kalau kata sambutan emang hanya segitu.
Selanjutnya kami akan menyuruh kalian untuk latihan drama, soalnya bentar lagi
ada event drama terkenal kalian tau atau tidak? Nama eventnya D’raem. Kalian
nanti ikut ya..” jelas kak Vox dengan nada datar khas dia.
“Kami langsung
ikut event D’raem itu kak? “ tanya Sam
“Iya, tapi
kalian nanti latihan dulu. Setelah pertemuan ini selesai kalian akan kami beri
naskah yaa.” Jelas Kak
Wenn, seorang siswi kelas XI wakil DFP sekaligus pacar kak Vox.
“Cerita yang
akan kalian perankan diambil dari Negeri sana yang berjudul ‘Siti Nurbaya’”
“Ceritanya
tentang apa kak Vox?” tanya seorang anak dari kelas X B
“Ceritanya
tentang sebuah kisah cinta yang agak rumit sih, ah kan di perpustakaan ada
novelnya. Pinjam aja novelnya di perpustakaan. Baca dulu novelnya setelah itu
baru baca naskah, jadi kalian gak bingung dan lebih mendalami perannya”
“ooh, jadi kapan
kita latihan kak Vox?” tanyaku, aku sudah bosan dengan pengarahan ini.
“Satu minggu
lagi, pas ngumpul kalian udah harus baca novel dan naskahnya ya.. kita lihat
lagi seberapa banyak kemajuan kalian. Udah sekarang kita semua bubar dulu,
minggu depan di ruangan ini saat jam ekskul kita ngumpul”
Sesampainya
di rumah aku mulai membaca novel Siti Nurbaya, aku membaca ruangan ini di
kamarku sendirian. Awalnya kukira aku bisa menghabiskan dan memahami novel ini
dalam dua hari, ternyata aku salah. Aku sama sekali tidak bisa memahami novel
ini, entah apa yang salah denganku padahal bahasa dan sastra yang digunakan
dalam novel Siti Nurbaya sangat bagus, dan lagian biasanya aku enak-enak aja baca
novel. Entah apa yang salah denganku tapi aku merasa tidak bisa memahami novel
ini. Arghh, apakah aku harus meminjam mesin imajinasi ayahku?? Agar aku bisa
membayangkan kisah ini
Bersambung…..